Harapan Masyarakat PT TBS Menetap di Riau, Proses Lelang Bermasalah

Harapan Masyarakat PT TBS Menetap di Riau, Proses Lelang Bermasalah

Smallest Font
Largest Font

RIAU - Perusahaan swasta nasional di bidang perkebunan, khususnya kelapa sawit, PT Tri Bakti Sarimas atau TBS, sedang mengajukan gugatan hukum terkait proses lelang asetnya yang dianggap janggal, di sisi lain masyarakat di sekitar area perkebunan perusahaan tersebut di Kabupaten Kuantan Sengingi atau Kuansing berharap agar TBS tetap beroperasi di sana.

Harapan ini bukan tanpa alasan. Selama ini masyarakat yang hidup di sekitar area perkebunan kelapa sawit maupun perkebunan kelapa hibrida telah memperoleh banyak manfaat dari kehadiran PT TBS di Kabupaten Kuansing, Riau.

Menurut masyarakat setempat saat dijumpai awak media akhir pekan lalu, sejak TBS memulai perkebunan kelapa sawit di Kuantan Sengingi di awal tahun 1990an, bahkan sejak perusahaan swasta nasional ini membuka perkebunan kelapa hibrida di 1984, akses jalan untuk warga sepuluh desa mulai dibuka.

Adapun lahan perkebunan TBS masuk di wilayah dua kecamatan di Kuansing, yaitu Kecamatan Pucuk Rantau dan Kecamatan Kuantan Mudik.

Sesepuh warga M. Zein Ismail, 68, kepada wartawan di Kuansing pada Sabtu, 3 Februari 2024 menggambarkan bahwa sebelum TBS mulai membuka lahan pertaniannya dan kemudian juga akses jalan di sana termasuk di Kecamata Pucuk Rantau, tempatnya bermukim, harga garam bahkan lebih mahal dari harga beras karena sulitnya akses transportasi.

Bahkan menurutnya untuk pembangunan infrastruktur transportasi di dua kecamatan itu lebih banyak dikerjakan oleh PT TBS dibandingkan dengan pengerjaan oleh pemerintah.

 “Kalau kita persentasekan pembangunan secara umum, pembangunan infrastruktur oleh PT TBS dengan jalan yang dibangun pemerintah, 20:80, 80 (persen oleh) PT TBS,” ujar M. Zein di Desa Pangkalan, Pucuk Rantau.

Setelah PT TBS melakukan ekspansi bisnis dengan membuka perkebunan kelapa sawit, M. Zein dan 63 kawannta meminta bantuan TBS untuk membantu petani setempat agar dapat menanam kelapa sawit, mengingat warga setempat pada waktu itu hanya mengetahui perkebunan karet.

Agar dapat bekerjasama dengan PT TBS dan bisa memperoleh kredit bank, ke-64 orang tersebut kemudian membentuk Koperasi Unit Desa atau KUD Prima Sehati  yang saat ini memiliki sekitar 10 ribu anggota.

Setelah kurang lebih 15 tahun perkebunan masyarakat atau yang dikenal sebagai perkebunan plasma ini dibantu dikelola oleh PT TBS, pada 2019 sampai 2020 perusahaan tersebut mengembalikan hak pengelolaan lahan kelapa sawit plasma kepada warga yang juga anggota KUD Prima Sehati sebagaimana perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Menurut pemerintah, kebun plasma yang dikerjasamakan dengan TBS adalah yang terluas di Riau, bahkan luasnya melebihi kebun inti dari perusahaan tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh Bupati Kuansing Drs. H. Suhardiman Amby, Ak, MM kepada wartawan.

“Investasi semua bagus, apalagi TBS sudah banyak berbuat, KKPA-nya lebih gede (besar) dari intinya. Mungkin di Riau yang KKPA-nya gede ya TBS. Kami berterima kasih untuk itu,” ujarnya saat ditemui pada Minggu, 4 Februari di Pekanbaru. KKPA adalah  kredit koperasi primer anggota atau yang dikenal sebagai lahan plasma bagi lahan perkebunannya.

Sejak  lahan plasma dikembalikan kepada anggota Koperasi Prima Sehati, perekonomian warga Pucuk Rantau misalnya meningkat drastis. Ini disebabkan, petani mengelola lahan sendiri dan menjual hasil panen ke TBS dengan harga tinggi, sesuai dengan hasil kesepakatan koperasi dengan perusahaan.

“Benefitnya kalau bergabung dengan TBS tentu kebun kita ini akan terawatt dengan baik dan hasilnya sesuai dengan standar. Secara harga tinggi karena kita dihitung sebagai koperasi, harga sesuai penetapan koperasi. Kalau sudah sendiri-sendiri  beda. Tentu harga koperasi lebih tinggi dari (harga) sendiri-sendiri. Kami sebagai pengurus (KUD) ingin terus bermitra dengan PT TBS,” ujar Ketua Koperasi Prima Sehati Juprizal yang juga merupakan wakil ketua DPRD Kuansing saat bertemu dengan waratawan di Pekanbaru pada Jumat, 2 Februari 2024.

Salah satu indikator meningkatnya perekonomian anggota KUD setelah pembagian lahan plasma misalnya bertambahnya kendaraan roda empat yang dimilik warga, daya beli pun meningkat sebagaimana terlihat dari sibuknya aktivitas jual beli di Pasar Pantai, salah satu pasar yang beroperasi tiap hari Sabtu di Kecamatan Pucuk Rantau.

Meningkatnya perekonomian masyarakat, khususnya anggota KUD Prima Sehati dibenarkan oleh Sunardi, salah satu anggota koperasi tersebut.

“Dengan kebun kelapa sawit ini diserahkan ke masyarakat, ekonomi masyarakat sangat meningkat jauh dibanding pada saat waktu bertani karet. Kami ucapkan kepada PT Tri Bakti Sarimas banyak-banyak terima kasih,” ujarnya. Sunardi adalah salah satu dari anggota KUD yang menikmati hasil tersebut.

“Mudah-mudahan kerjasama ini masih bisa berlanjut lagi dengan cara mengirim buah kelapa sawit ke PT TBS,” harapnya.

Mungkin yang masih meresahkan hati masyarakat adalah terkait perawatan jalan di area kebun plasma yang sebelumnya pemeliharaannya dilakukan oleh PT TBS, namun setelah pengembalian lahan kepada masyarakat hal tersebut tidak lagi menjadi kewengan perusahaan perkebunan tersebut.

Selain menjadi petani plasma TBS, warga menggambarkan hubungan mereka dengan PT TBS selama ini adalah hubungan kekeluargaan. Karena hubungan kekeluargaan tersebut warga boleh melepaskan ternaknya di dalam kebun TBS, bahkan mereka boleh melintas lahan perusahaan sawit tersebut untuk menuju ke kebun-kebunnya atau tujuan lain.

TBS yang memiliki perkebunan kelapa hibrida juga tak segan-sen memberikan kelapa kepada masyarakat yang memiliki hajatan pesta secara cuma-cuma.

“Sangat banyak manfaat PT TBS bagi kami di pemukiman desa ini. Jadi kami petani sangat mengharapkan TBS tetaplah berjalan di sini. Jadi kami bisa tetap beternak di kebun beliau (TBS). Dan juga kebun sawit kami di seputaran itu bisa dijual ke pabrik beliau (TBS),” harap Suparman, 53, salah satu petani plasma TBS dan juga peternak jawi atau kebau saat ditemui di Pucuk Rantau.

Yang masyarakat khawatirkan adalah bila terjadi pergantian kepemilikan dari TBS ke perusahaan lain situasi akan berubah dan semua kemudahan yang diperoleh selama ini akan dibatasi.

“Kami merasa kecewa kalau TBS pindah dari daerah ini, kami khawatir bapak sambung tak serupa perangainya dengan bapak kandung. Itu yang kami takutkan,” ujar M. Zein yang mengandaikan TBS sebagai bapak kandung bagi masyarakat tempatan yang mewakili banyak pemikiran serupa dari warga lain yang ditemui Jurnal Cakrawala.

PT TBS pada 5 Januari lalu telah mengajukan dua gugatan hukum terhadap hasil lelang asetnya oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pekanbaru yang dinilai janggal.

Pada gugatan pertama yang dilayangkan ke PTUN Pekanbaru, PT TBS meminta pembatalan risalah lelang KPKNL terhadap asetnya yang ditetapkan senilai 1,9 trilliun rupiah untuk luas lahan kelapa sawit sebesar 17.600 hektar beserta seluruh aset yang ada di dalamnya termasuk pabrik pengolahan Crude Palm Oil atau CPO.

Terkait dengan hal itu, PT TBS juga telah mengirim surat kepada Bupati Kuansing meminta perlindungan hukum atas asetnya dan meminta penghitungan ulang nilai aset-aset perusahaan di bisang perkebunan tersebut.

Gugatan lainnya yang merupakan gugatan perdata telah dilayangkan PT TBS ke PN Jakarta Pusat yaitu gugatan melawan PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI yang telah meminta KPKNL Pekanbaru melakukan lelang aset perusahaan tersebut di saat proses negosiasi hutang piutang masih berjalan.

Selain BRI, PT TBS dalam gugatan tersebut juga menggugat PT Karya Tama Bakti Mulia yang dinyatakan sebagai pemenang lelang yang ditetapkan oleh KPKNL Pekanbaru.

PT Karya Bakti Mulia adalah anak perusahaan perusahaan Singapura First Resources. (***)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
AdminIkn Author

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow