Masyarakat Harap Usaha Sawit TBS Tetap Berjalan di Pucuk Rantau
RIAU - Proses hukum tehadap gugatan PT Tri Bakti Sarimas atau TBS, perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Kuantan Sengingi di Riau melawan PT Karya Tama Bakti Mulia, anak perusahaan First Resources, perusahaan asal Singapura, masih berlangsung namun masyarakat berharap TBS akan tetap beroperasi di sana mengingat manfaat besar yang selama ini telah mereka rasakan.
Bagaimana tidak? Sejak TBS memulai perkebunan kelapa sawit di Kuantan Sengingi di awal tahun 1990an, bahkan sejak perusahaan swasta nasional ini membuka perkebunan kelapa di 1984, korporasi tersebut telah membuka akses jalan yang tadinya tidak tersedia sama sekali, sehingga ada konektivitas bagi setidaknya 10 desa yang beririsan dengan lahan perkebunan perusahaan dengan jalan nasional.
Lahan perkebunan TBS masuk di wilayah dua kecamatan di Kuantan Sengingi atau Kuansing, yaitu Kecamatan Pucuk Rantau dan Kecamatan Kuantan Mudik.
Menurut warga masyarakat seperti pengakuan M. Zein Ismail, 68, warga asli Kecamatan Pucuk Rantau, sebelum TBS membuka perkebunan, akses jalan di sana ibarat “memakai selop di punggung” dan “harga garam lebih mahal dari harga beras” karena sulitnya sarana transportasi.
Menurut M. Zein, bahkan perbedaan masa itu antara warga Pucuk Rantau dengan masyarakat terbelakang hanya waktu itu mereka sudah menggunakan lampu petromaks.
“Kalau kita persentasekan pembangunan secara umum, pembangunan infrastruktur oleh PT TBS dengan jalan yang dibangun pemerintah, 20:80, 80 (persen oleh) PT TBS,” ujar M. Zein di Desa Pangkalan, Pucuk Rantau pekan ini.
M. Zein dan kawan-kawannya juga yang awalnya meminta bantuan TBS untuk membantu petani setempat menanam kelapa sawit. Awalnya daerah Pucuk Rantau terkenal dengan perkebunan karet.
Bersama 63 orang warga Pucuk Rantau lainnya, mereka kemudian membangun Koperasi Unit Desa atau KUD Prima Sehati agar dapat melakukan kerjasama dengan TBS secara resmi dan juga guna memperoleh kredit bank. KUD Prima Sehati saat ini memilki sekitar 10 ribu anggota.
Kebun kelapa sawit milik anggota KUD Prima Sehati merupakan perkebunan plasma yang bekerjasama dengan TBS, yang mana hak pengelolaannya telah dikembalikan kepada warga sejak 2019 sampai 2020 sesuai perjanjian bersama mereka.
Kebun plasma yang dikerjasamakan dengan TBS adalah yang terluas di Riau, bahkan luasnya melebihi kebun inti dari perusahaan tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh Bupati Kuansing Drs. H. Suhardiman Amby, Ak. MM.
“Investasi semua bagus, apalagi TBS sudah banyak berbuat, KKPA-nya lebih gede (besar) dari intinya. Mungkin di Riau yang KKPA-nya gede ya TBS. Kami berterima kasih untuk itu,” ujarnya saat ditemui beberapa wartawan pada Minggu, 4 Februari di Pekanbaru, mengacu pada kredit koperasi primer anggota atau yang dikenal sebagai lahan plasma.
Sejak pembagian lahan KKPA kepada anggota Koperasi Prima Sehati, perekonomian warga Pucuk Rantau misalnya meningkat drastis. Ini disebabkan, petani mengelola lahan sendiri dan menjual hasil panen ke TBS dengan harga tinggi, sesuai dengan hasil kesepakatan koperasi dengan perusahaan.
“Benefitnya kalau bergabung dengan TBS tentu kebun kita ini akan terawatt dengan baik dan hasilnya sesuai dengan standar. Secara harga tinggi karena kita dihitung sebagai koperasi, harga sesuai penetapan koperasi. Kalau sudah sendiri-sendiri beda. Tentu harga koperasi lebih tinggi dari (harga) sendiri-sendiri. Kami sebagai pengurus (KUD) ingin terus bermitra dengan PT TBS,” ujar Ketua Koperasi Prima Sehati Juprizal yang juga merupakan wakil ketua DPRD Kuansing saat bertemu dengan waratawan di Pekanbaru pada Jumat, 2 Februari 2024.
Menurut apa yang disaksikan Jurnal Cakrawala, hampir setiap rumah anggota KUD Prima Sehati yang telah mendapat hak lahannya, terutama yang ada di Kecamatan Pucuk Rantau, pasti terdapat kendaraan roda empat, bahkan ada yang lebih dari satu kendaraan.
“Dengan kebun kelapa sawit ini diserahkan ke masyarakat, ekonomi masyarakat sangat meningkat jauh dibanding pada saat waktu bertani karet. Kami ucapkan kepada PT Tri Bakti Sarimas banyak-banyak terima kasih,” kata Sundardi, salah satu anggota KUD Prima Sehati yang merasakan manfaat langsung dari sistem pertanian plasma dengan TBS.
“Mudah-mudahan kerjasama ini masih bisa berlanjut lagi dengan cara mengirim buah kelapa sawit ke PT TBS,” harapnya.
Namun sejak pembagian kebun plasma dilakukan kepada masyarakat, TBS tentu tidak lagi bertanggung jawab terhadap sarana infrastruktur di sekitar lahan petani, sehingga jalan yang awalnya selalu diperbaiki bila rusak harus menjadi tanggungan masyarakat sendiri jelas Sunardi.
Menurut warga, selain mereka menjadi petani plasma TBS, hubungan kekeluargaan antara masyarakat tempatan dengan perusaahaan tersebut nyata. Warga boleh melepaskan ternaknya di dalam kebun TBS, bahkan mereka boleh melintas lahan perusahaan sawit tersebut untuk menuju ke kebun-kebunnya atau tujuan lain.
TBS yang memiliki perkebunan kelapa hibrida juga tak segan-segan memberikan kelapa kepada masyarakat yang memiliki hajatan pesta secara cuma-cuma.
“Sangat banyak manfaat PT TBS bagi kami di pemukiman desa ini. Jadi kami petani sangat mengharapkan TBS tetaplah berjalan di sini. Jadi kami bisa tetap beternak di kebun beliau (TBS). Dan juga hasil kebun sawit kami di seputaran itu bisa dijual ke pabrik beliau (TBS),” harap Suparman, 53, salah satu petani plasma TBS dan juga peternak jawi atau kerbau saat ditemui di Pucuk Rantau akhir pekan lalu.
Masyarakat khawatir bila terjadi pergantian kepemilikan dari TBS ke perusahaan lain situasi akan berubah dan semua kemudahan yang diperoleh selama ini akan dibatasi.
“Kami merasa kecewa kalau TBS pindah dari daerah ini, kami khawatir bapak sambung tak serupa perangainya dengan bapak kandung. Itu yang kami takutkan,” ujar M. Zein yang mengandaikan TBS sebagai bapak kandung bagi masyarakat tempatan.
Apa yang disampaikannya mewakili banyak pemikiran serupa dari warga lain yang ditemui Jurnal Cakrawala saat berada di Kecamatan Pucuk Rantau baru-baru ini.
Adapun PT TBS saat ini sedang mengajukan dua gugatan hukum terhadap hasil lelang asetnya oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pekanbaru pada 28 Desember 2023 yang dinilai janggal.
Pada gugatan pertama yang dilayangkan ke PTUN Pekanbaru, PT TBS meminta pembatalan risalah lelang KPKNL terhadap asetnya yang ditetapkan senilai 1,9 trilliun rupiah untuk luas lahan kelapa sawit 17.600 hektar beserta seluruh aset yang ada di dalamnya termasuk pabrik pengolahan Crude Palm Oil atau CPO.
PT TBS juga telah mengirim surat kepada Bupati Kuansing meminta perlindungan hukum atas asetnya dan meminta penghitungan ulang nilai aset.
Sedangkan gugatan lainnya yang dilayangkan PT TBS di PN Jakarta Pusat adalah gugatan perdata melawan PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI yang telah meminta KPKNL Pekanbaru melakukan lelang aset perusahaan tersebut di saat proses negosiasi hutang piutang masih berjalan.
Selain BRI, PT TBS dalam gugatan tersebut juga menggugat PT Karya Tama Bakti Mulia yang dinyatakan sebagai pemenang lelang oleh KPKNL Pekanbaru. (***)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow